BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai dengan abad ke-18H/14M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Dalam literatur yang beredar dan menjadi arus yang bersejarah,masuknya islam ke Indonesia selalu diidentikan dengan penyebaran agama oleh orang Arab,Persia, ataupun Gujarat. Namun dalam sejarah penyebaran agama islam terutama di pulau jawa banyak ditemukan sumber-sumber yang menyatakan bahwa pada masa awal,penyebaran agama islam lebih banyak di pegang peranannya oleh para “wali sembilan” atau yang lebih dikenal dengan “wali songo”. Wali songo adalah simbol penyebaran islam di Indonesia, khususnyad di pulau Jawa. Peranan mereka sangat besar dalam mendirikan kerajaan islam di Jawa, juga mempengaruhi kebudayaan masyarakat serta dakwah. Wali songo tinggal di tiga wilayah penting pantai utara pulau Jawa, yaitu Surabaya – Gresik – Lamongan di Jawa Timur,Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah dan Cirebon di Jawa Barat. Kawasan ini adalah laluan perjalanan dari Surabaya ke Pati-Demak-Kudus-Malang-Surabaya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah metode dakwah walisongo di jawa ? 2. Bagaimana proses penyebaran ajaran islam dan pola apakah yang digunakan Wali Songo ?
BAB II PEMBAHASAN
A.Metode Dakwah Wali Songo Dahulu di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha, dan terdapat berbagai kerajaan Hindu dan Budha, sehingga budaya dan tradisi lokal saat itu kental diwarnai kedua agama tersebut. Budaya dan tradisi lokal itu oleh Walisongo tidak dianggap “musuh agama” yang harus dibasmi. Bahkan budaya dan tradisi lokal itu mereka jadikan “teman akrab” dan media dakwah agama, selama tak ada larangan dalam nash syariat. Metode dakwah yang dikembangkan wali songo ialah Wali Songo belajar bahasa lokal,memperhatikan kebudayaan dan adat, serta kesenangan dan kebutuhan masyarakat. Lalu berusaha menarik. Karena masyarakat Jawa sangat menyukai kesenian, maka Walisongo menarik perhatian dengan kesenian, di antaranya dengan menciptakan tembang-tembang keislaman berbahasa Jawa, gamelan, dan pertunjukan wayang dengan lakon islami. Setelah penduduk tertarik, mereka diajak membaca syahadat, diajari wudhu’, shalat, dan sebagainya. Wali songo sangat peka dalam beradaptasi, cara menanamkan akidah dan syariah sangat memperhatikan kondisi masyarakat.
Seperti, kebiasaan berkumpul dan kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian keluargatidakdiharamkan, tapi diisi dengan bacaan tahlil, doa dan sedekah.Bahkan Sunan Ampel yang dikenal sangat hati-hati menyebut shalat dengan “sembahyang” (asalnya sembah dan hyang) dan “langgar” mirip kata sanggar. B. Proses Penyebaran 1. Maulana Malik Ibrahim Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy mempunyai nama lain yaitu Maulana Magribi dan Maulana Ibrahim. Terjadi perbedaan pendapat mengenai asal mula dari Maulana Ibrahim ini. Menurur babat jawa, beliau adalah ulama yang berasal dari tanah arab, keturunan Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad. Sementara itu, Hamkka menulis bawa beliauini berasal dari Khasyan, Persia, dan seorang bangsa Arab keturunan Rasulullah yang datang je Jawa sebagai penyebar agama islam. Pada tahun 1392 Maulana Malik Ibrahim berhijrah ke Pulau Jawa meninggalkan dengan meninggalkan keluarganya. Daerah yang dituju bagi pertama kali adalah Desa Sembalo, sebuah daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit yang letaknya 9 kilometer ke utara dari kota Gresik. Kegiatan pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan keperluan harian dengan harga yang murah. Selain itu, beliau juga menyediakan diri untuk mengobati pesakit yang memerlukan bantuan secara percuma. Sebagai seorang tabib, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Disana beliau merangkul masyarakat bawahan yaitu satu kasta yang disisihkan masyarakat dan budaya Hindu. Misi pertama beliau sangat berjaya untuk mencari tempat di hati masyarakat yang ketika itu dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Beliu meninggal pada tahun 1419 dan dimakamkan di Desa Gapura, Gresik, Jawa Timur 1.A Pola Dakwah a. Bergaul dan berinteraksi dengan para remaja karena dapat memudahkan dalam menyebarkan dakwah b. Membuka pendidikan pesantren.anak-anak yang ingin belajar ilmu agama ditampung dalam sebuah pesantren. Mereka diperkenalkan langsung cara melaksanakan ajaran agama islam. Dan dari sinilah muncul kader-kader dai yang profesional yang pada gilirannya berperan sebagai guru dalam masyarakat. 2. Sunan Ampel Sunan Ampel adalah anak sulung Maulana Malik Ibrahim. Nama asalnya adalah Raden Rahmat dan dilahirkan di Campa pada 1401 Masehi. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, Surabaya (kota Wonokromo sekarang) adalah tempatnya bermukim dan menyibarkan agama Islam. Sunan Ampel datang ke Pulau Jawa pada tahun 1443 bersama adiknya iatu Sayid Ali Murtadho. Di Ampel Denta, ia membangun dan mengembangkan pondok pesantren. Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan akidah dan ibadah. Beliaulah yang mengenalkan istilah "Moh Limo" iaitu satu istilah dalam bahasa Jawa yang dimaksudkan sebagai "Tidak Mahu Lima Perkara" iaitu moh main (tidak bermain judi), moh ngombe (tidak meminum minuman keras), moh maling (tidak mencuri), moh madat (tidak mengguna dadah dan narkotik) dan moh madon (tidak berzina). Sunan Ampel meninggal dunia dan disemadikan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya pada tahun 1481. 2.A. Pola Dakwah a. Mengadakan pendidikan bagi masyarakat, khususnya para kader bangsa dan para mubaligh. b. Menyiapkan dan melatih generasi-generasi muda yang dapat diandalkan. c. Membangun tali silaturahmi dan persaudaraan dengan putre pertiwi (pribumi) d. Memplopori pendirian masjid Demak. masjid tersebutlah yang akan digunakan sebagai sentral seluruh aktivitas pemerintahan dan sosial kemasyarakatan e. Melebarkan wilayah dakwahnya dengan cara mengutus para kepercayaannya untuk berdakwak ke wilayah lain 3. Sunan Giri Nama lain Sunan Giri adalah Joko Samudro, Raden Paku, Prabu Satmata. Selain nama tersebut beliau juga memiliki gelar, yaitu Sultan Abdul Faqih karena sangat yakin dan mendalami ilmu fiqihnya. Beliau adalah putra dari Maulana Ishaq. Terdapat beberapa silsilah Sunan Giri yang berbeda akan tetapi pada umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur dan catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut. Sunan Giri merupakan anak dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun kelahirannya dianggap telah membawa kutukan berupa wabak penyakit di wilayah tersebut. Ia dipaksa untuk membuang anaknya, Dewi Sekardadu dengan menghanyutkannya ke laut. Kemudiannya, bayi tersebut dijumpai oleh sekelompok awak kapal (pelaut) dan dibawa ke Gresik. Di Gresik, dia diadopsi oleh seorang saudagar perempuan pemilik kapal iaitu Nyai Gede Pinatih dan dinamakan bayi tersebut sebagai Joko Samudra. Ketika dewasa, Joko Samudra dibawa ibunya ke Surabaya untuk belajar agama kepada Sunan Ampel. Apabila Sunan Ampel mengetahui latar belakang murid kesayangannya ini maka ia dihantar kepada Makdhum Ibrahim (Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tidak lain adalah ayah Joko Samudra. Di sinilah, Joko Samudra, yang ternyata bernama Raden Paku, mengetahui asal usul dan alasan mengapa dia dulu dibuang. Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin kembali ke Jawa. Ia kemudian mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri. Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pengaruh Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung. Terdapat beberapa karya seni tradisional Jawa yang sering dianggap mempunyai hubungkait dengan Sunan Giri, diantaranya adalah permainan-permainan anak seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng serta beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung. Sunan Giri pun mengadakan dan membangun pindidikan untuk masyarakat luas yaitu dengan mewujudkan gamelan sekatan, gamelan dipasang di serambi masjid dan hanya dibunyikan pada peringatan Maulid Nabi. Orang-orang yang ingin menyaksikan harus datang di masjid. Dan sebagai ongkosnya mereka harus mengikuti ketentuan, seperti berwudlu terlebih dahulu. Setelah itu mereka harus memasuki gapura masjid yang artinya mereka dapat ampunan(ghofur). Kemudian membaca syahadat yang dengan sendirinya mereka telah masuk islam. 3.A Pola Dakwah a. Mengembangkan islam di luar Jawa b. Menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat secara luas c. Membina kader da’i inti 4. Sunan Kudus Nama lain dari Sunan Kudus adalah Ja’far Baihaqi, Raden Undung, atau Raden Untung, dan Amir Haji. Sunan Kudus terkenal sebagai ulama besar yang menguasai ilmu hadits; ilmu tafsir al quran, ilmu sastra , mantik, dan terutama sekli ilmu fiqih. Dengan ketinggian ilmunya itulah, maka kemudian beliau dijuliki “Wliyul Ilmi” yang artinya wali yang menjadi gudang ilmu. Di samping itu, beliau juga merupakan seorang pujangga besar dengan daya kreativitasnya berinisiatif mengarang dongeng-dongengpondok yang bersifat dan berjiwa seni islam. Cara beliau berdakwah meniru pendekatan Sunan Kalijaga yang sangat toleran pada budaya setempat. Cuma cara penyampaiannya lebih halus. Inilah yang menyebabkan para wali yang lain meminta beliau berdakwah ke Kudus yang dikatakan sangat sukar untuk ditembusi. Gaya dan cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal ini dapat dilihat dari arkituktur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran untuk berwudhu yang melambangkan delapan jalan Budha iaitu satu pendekatan dan kompromi oleh Sunan Kudus. Suatu ketika ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan dakwahnya dengan cara ia sengaja menambatkan lembunya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Penganut Hindu sangat mengagungkan lembu, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al-Baqarah yang bererti "Lembu Betina". Sehingga kini, sebahagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih lembu. Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara bersiri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kisah selanjutnya. Inilah satu pendekatan yang nampaknya seperti memasukkan cerita 1001 malam dari Khalifah Abbasiyah. Begitulah cara Sunan Kudus mengikat masyarakat. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut sama berperang di Demak diantara Sultan Prawata melawan Adipati Jipang iaitu Arya Penangsang. 5. Sunan Bonang Sunan bonang memiliki julukan Prabu Nyokrokusumo namun, ketika beliau remaja memiliki nama Maulana Makhdum Ibrahim. Beliau adalah putra Sunan Ampel da Nyai Ageng Manila. Sunan Bonang tidak seperti Sunan Giri yang memfokuskan fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tassawuf, seni, sastra dan arkitektur. Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafah 'cinta' ('isyq). Sunan Bonang bekerjasama dan bersama dengan Sunan Kalijaga iatu murid kesayangannya. Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk atau tembang tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang banyak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi gaya dan nafas baru. Dialah yang menjadi pencipta gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan alam malakut. Salah satu karya Sunan Bonang adalah "Tombo Ati". Dalam pentas wayang kulit, Sunan Bonang adalah dalang yang sangat digemari penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan oleh Sunan Bonang sebagai peperangan antara penafian dan 'isbah atau peneguhan iman. 5.A. Pola Dakwah a. Pemberdayaan dan peningkatan jumlah dan mutu da’i dengan mendirikan pendidikan dan dakwah islam b. Memasukan pengaruh islam ke dalam kalangan bangsawan keraton Majapahit c. Terjun langsung ketenga-tengah masyarakat. d. Melakukan kodifikasi atau pembukuan dakwah. 6. Sunan Drajat Namanya semasa kecil adalah Raden Qasim, kemudiannya digelar Raden Syarifudin. Dia yang terkenal dengan kecerdasannya adalah anak dari Sunan Ampel dan bersaudara dengan Sunan Bonang. Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau me¬ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya. Beliau menguasai kerajaan Demak selama 36 tahun. Sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal, beliau sangat perihatin dengan rakyat miskin dengan terle¬bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial dan seterusnya memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasinya lebih ditekankan pada etos kerja keras, menderma dan sedekah bagi membenteras kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usahanya kearah itu menjadi lebih mudah kerana Sunan Drajat memperoleh kekuasaan untuk mengatur wilayahnya yang mempu¬nyai otonomi. Sebagai penghargaan atas segala usaha dan kejayaannya menyebarkan agama Islam dan usahanya membasmi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau diberi gelaran Sunan Mayang Madu dari Raden Patah, Sultan Demak I pada tahun 1442 atau 1520 Masehi. 6.A. Pola Dakwah a. Mendirikan pusat atau pos-posbantuan yang diatus sedemikian rupa, sehinggah memudahkan dalam mengatur dan penyaluran bagi masyarakat yeng membutuhkan b. Membuat kampung-kampung percontohan dengan tujuan agar menjadi rujukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari c. Menanamkan ajaran kolektivisme,yaitu ajaran untuk bergotong royong d. Di bidang seni beliau menciptakan tembang-tembang jawa yaitu pangkur 7. Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati atau lengkapnya Sarif Hidayatullah putra dari Syarif abdullah dan Nyai Larasantang. Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati menggunakan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan agama Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangunkan infrastruktur seperti jalan-jalan yang menghubungkan antara wilayah. Bersama dengan anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Beliau diterima sebagai bakal Kesultanan Banten. Sebaliknya pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mengundurkan diri dari jawatan yang dipegangnya dan hanya ingin meneruskan dakwah sahaja. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati meninggal dunia di Cirebon pada usia 120 tahun. Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, 15 kilometer sebelum memasuki kota Cirebon dari arah barat. 7.A. Pola Dakwah a. Melakukan pembinaan terhadap luar daerah dengan menyerakan tanggung jawab terhadap para pemuda b. Melakukan pembinaan intern kesultanan dan rakyat yang masuk dalam wilayah demak ditangan wali senior. Dengan program utamanya adalah masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah harus segera di islamkan sebab mereka merupakan kekuatan pokok 8. Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga mempunyai nama lain Muhammad Said atau Joko Said. Putra dari Raden tumenggungWilotileto merupakan bupati kota Tuban. Dalam dakwah, ia mempunyai pola yang sama dengan Sunan Bonang, mentor yang juga sahabat karibnya. Fahaman keagamaannya cenderung kepada "sufistik salaf" dan bukan sufi panteistik iaitu pemujaan semata. Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai cara untuk berdakwah dan sangat bersesuaian dengan budaya tempatan. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauhkan diri jika diserang dengan pendirian dan pegangannya. Maka mereka harus didekati secara beransur-ansur yaitu mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah difahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang. Maka ajaran Sunan Kalijaga sangat berkesan. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai cara berdakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton dan masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga. Cara berdakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang dikenali Kotagede Yogya). Jenazah Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu iaitu di selatan Demak. 8.A. Pola Dakwah a. Mendirikan pusat pendidikan di Kadingalu b. Berdakwah lewat kesenian c. memasukan hikayat-hikayat islam ke dalam permainan wayang 9. Sunan Muria Nama lain dari Sunan Muria adalah Raden Prawoto, Radden Umar syahid. Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. . Gaya berdakwah Sunan Muria banyak mengambil cara ayahnya yaituu Sunan Kalijaga. Begitupun, perbedaan dengan ayahnya adalah Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Beliau bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan cara bercocok tanam, berdagang dan menjadi nelayan adalah kesukaannya. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai orang tengah dalam sebarang konflik di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia sangat dikenali dengan mempunyai kepribadian yang mampu memecahkan berbagai masalah walaupun ia sangat rumit. unan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya adalah melalui seni iaitu dari lagu Sinom dan Kinanti. 9.A. Pola Dakwah a. Menjadikan daerah-daerah pelosok pegunungan menjadi pusat dakwah b. Berdakwah melalui jalur kesenian dengan menciptakan gending
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulan Wali Songo adalah simbol penyebaran islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Peranan mereka sangat besar dalam mendirikan kerajaan islam di Jawa, juga mempengaruhi kebudayaan masyarakat serta dakwah. Wali Songo berarti Wali Sembilan, mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati. Kesemua wali ini tidak hidup dalam waktu yang sama tetapi mereka mempunyai ikatan rapat seperti hubungan darah dan juga diantaranya adalah mempunyai hubungan guru dan murid. Metode dakwah Wali Songo adalah belajar bahasa lokal,memperhatikan kebudayaan dan adat, serta kesenangan dan kebutuhan masyarakat. Lalu berusaha menarik. Karena masyarakat Jawa sangat menyukai kesenian, maka Walisongo menarik perhatian dengan kesenian, di antaranya dengan menciptakan tembang-tembang keislaman berbahasa Jawa, gamelan, dan pertunjukan wayang dengan lakon islami dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo ini dapat disebut dengan dakwah kultural.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar